Sosial bar 1

Oknum Mantan Kades Di Lahat, Korupsi Dana Desa Sebesar 500 Juta Lebih, Dipakai Judi Sabung Ayam



LAHAT, TRIBUNMURA – oknum mantan kepala desa (kades) diduga korupsi dana desa (DD).

Dia adalah mantan Kades Pulau Panggung, Kecamatan Pajar Bulan, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Namanya Irawan (57) alias I.


I ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan dana desa tahun anggaran 2019. Akibat perbuatan I, diperkirakan Negara dirugikan sekitar Rp 519 juta.


Dilansir dari sumeks.co, Kapolres Lahat AKBP God Parlasro Sinaga melalui Kasat Reskrim Iptu Redho Rizki Pratama mengungkapkan  kronologi terungkapnya kasus dugaan korupsi tersebut


Tahun Anggaran 2019, Dana Desa di Desa Pulau Panggung senilai Rp. 850.151.200 .


Dana sebesar itu dialokasikan untuk empat kegiatan besar, yaitu :

1.Pembangunan Gedung Serba Guna

2. Pembangunan Bak Air Bersih

3. Rehabilitasi Jembatan Gantung

4. Penyelenggaraan Posyandu 


Setelah dilakukan penyidikan oleh Tim Penyidik Polres Lahat, ditemukan fakta bahwa hanya dua kegiatan yang terealisasi dengan kualitas yang jauh dari standar.


Yaitu,  pembangunan Gedung Serba Guna dan Bak Air Bersih yang realisasinya ternyata tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan gambar yang telah ditentukan sebelumnya.


Mirisnya, meskipun sebagian anggaran sudah dicairkan kedua proyek tersebut juga belum selesai dikerjakan 100 persen.


Bagaimana dengan dua kegiatan lainnya yaitu rehabilitasi jembatan gantung dan penyelenggaraan posyandu?


Iptu Redho Rizki Pratama didampingi Kanit Pidkor Ipda Rendi  menyatakan, kedua kegiatan itu sama sekali tidak dilaksanakan dan dinyatakan fiktif


Bahkan, kata Iptu Redho Rizki Pratama, penyidik menemukan adanya ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi anggaran, serta penggunaan dana yang tidak transparan dalam realisasi DD tahun 2019 itu.


Hal ini menyebabkan kerugian negara yang cukup besar, sesuai hasil perhitungan yang dilakukan oleh auditor Inspektorat Kabupaten Lahat, kerugian negara akibat penyalahgunaan dana desa ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 500 juta


Ketika diperiksa Polisi, Tersangka I mengungkapkan bahwa dana yang disalahgunakan tersebut sebagian besar digunakan untuk kepentingan pribadi, diantaranya untuk bermain judi sabung ayam.


Modus operandi yang dilakukan I dalam melakukan tindak pidana korupsi yakni:


Pertama,  dalam pengelolaan dana desa tidak melakukan musyawarah desa. Padahal seharusnya melibatkan masyarakat dengan musyawarah desa.


Kedua,  seluruh pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh tersangka sendiri tanpa melibatkan perangkat desa atau tim pelaksana kegiatan sehingga tak ada transparansi.


Ketiga, pekerjaan konstruksi yang seharusnya dikerjakan dengan sistem swakelola oleh masyarakat desa, justru dialihkan kepada pihak lain dengan cara diborongkan oleh tersangka. 


Keempat, laporan pertanggungjawaban untuk penggunaan dana desa tidak lengkap, bahkan banyak dokumen yang tidak bertandatangan dan tidak sah.


Maka Penyidik Polres Lahat melakukan serangkaian tindakan untuk mengungkap kasus ini:


Yaitu dengan pemeriksaan terhadap 28 orang saksi yang terkait dengan perkara ini, pemeriksaan terhadap 4 orang ahli, yang meliputi ahli dari Kemendagri, ahli dari LKPP, ahli konstruksi, dan ahli dari auditor Inspektorat Kabupaten Lahat, penyitaan 193 dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan dana desa, penghitungan volume fisik bangunan bersama ahli untuk memastikan apakah pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan rencana dan setelah melalui berbagai tahapan penyidikan, tersangka I akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. "Berkas perkara dan tersangka selanjutnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Lahat untuk proses lebih lanjut.


Akibat perbuatannya, dilansir dari sumeks.co tersangka I dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Dalam pasal tersebut mengancam pelaku tindak pidana korupsi dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar rupiah